Saturday, December 19, 2009

Sabar dalam Shalat


Shalat adalah kewajiban sekaligus kebutuhan setiap Muslim. Karena shalat merupakan waktu terdekat hubungan antara seorang hamba dan Penciptanya. Shalat pula merupakan benteng dalam menangkal perbuatan keji dan mungkar.

Pentingnya shalat terkadang tidak terlalu kita sadari. Sering kita saksikan orang melakukan shalat dengan tergesa-gesa. Tak jarang pula rukun-rukun dan sunah dalam shalat dilanggarnya. Kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan Allah SWT, yakni kita harus mengerjakan shalat dengan khusyuk dan sabar.

''Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.'' (QS Thaha: 132).

Kesabaran dalam mendirikan shalat merupakan keharusan jika menginginkan shalat memiliki makna dalam kehidupan kita. Sabar dalam mendirikan shalat berarti kita telah berusaha meningkatkan kualitas shalat serta menyempurnakan rukun dan sunahnya. Sabar dalam mendirikan shalat hanya akan terwujud jika kita berusaha khusyuk mengerjakannya. Allah SWT telah menegaskan bahwa shalat itu merupakan ibadah yang berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

''Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.'' (QS Al-Baqarah: 45).

Allah SWT dan Rasul-Nya telah memberi kunci untuk dapat bersabar dalam shalat dengan mendirikan shalat tepat pada waktunya.

''Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.'' (QS An-Nisa': 103).

Terkait dengan shalat yang didirkan dengan benar atau tidak, Rasulullah SAW bersabda, ''Apabila seseorang membaikkan shalatnya, menyempurnakan rukuk dan sujudnya, berkatalah sang shalat, 'Semoga Allah memelihara engkau sebagaimana engkau memelihara aku.' Maka, diangkatlah shalatnya itu ke hadirat Allah.''

''Dan, apabila seseorang memburukkan shalatnya dan tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya, berkatalah sang shalat, 'Semoga Allah menyia-nyiakan engkau sebagaimana engkau menyia-nyiakan aku.' Maka, dibungkuslah shalatnya itu sebagaimana membungkus kain yang buruk. Lalu, dipukulkanlah ke mukanya.''

Sejatinya apa yang disampaikan Allah SWT dan Rasul-Nya tentang pentingnya shalat yang didirikan dengan sabar dan khusyuk, menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas shalat kita. Mari kita niatkan untuk selalu memperbaiki dan meningkatkan kualitas shalat dengan sabar dan khusyuk.

Sumber :
http://mualaf.com/hikmah-dan-kajian/Hikmah/275-sabar-dalam-shalat
8 Maret 2006

Sumber Gambar:
http://atmonadi.com/wp-content/uploads/ShalatIed1.jpg

Thursday, April 16, 2009

Lulus dari Ujian atau Azab - Sikap Sabar dan Syukur


Oleh: Ustadz A. Rochimi, MA

Marilah kita memanjatkan syukur atas segala nikmat dan rahmat yang diberikan Allah kepada kita dan marilah kita menyadari bahwa Allah SWT yang menciptakan kita , senantiasa memperhatikan kita serta menguji sepanjang hidup kita agar semakin menjadi manusia yang menyadari dirinya sebagai hamba-Nya, bisa mendudukan diri di hadapan majikan Yang Maha Besar, Allah Azza Wajalla. Dengan begitu kita selalu memberikan kepatuhan secara totalitas kepada Allah SWT, selalu menyesuaikan diri dengan semua tuntunan-Nya atau dengan kata lain, senantiasa meningkatkan taqwa kepada-Nya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an :
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai Cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.
(QS. Al-Anbiyaa [21]:35)
Ujian yang diberikan Allah kepada kita bukan hanya berupa hal-hal yang menyusahkan, tapi juga berupa hal-hal yang menggembirakan atau membahagiakan. Ujian dari Allah SWT bukan hanya berupa musibah atau Azab (malapetaka) sebagaimana pada umumnya di pahami orang, tetapi juga bisa berupa kesenangan, kesuksesan dalam berbagai hal, seperti perolehan rezeki yang cukup, memiliki kesehatan badan, penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi, memperoleh kekuasaan dan kedudukan duniawi, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat atau Negara dan bangsa, dan lain-lain sebagainya.
Memang ada dua macam fenomena dalam kehidupan yang selalu silih berganti menghampiri kita masing-masing :
Yang Pertama, persoalan-persoalan: Hutang yang sulit dilunasi, Piutang yang sulit ditagih, Penyakit yang ingin sembuh, Belum memiliki pekerjaan, usaha, anak, atau jodoh, Bermasalah dalam karir, usaha, rumah tangga, kekurangan atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Sedangkan Yang Kedua, kondisi dimana kita merasakan kepuasan, keuntungan, kecukupan atau keberhasilan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup kita. Tidak ada orang yang terus menerus merasakan kebahagian. Sekali waktu pasti ia akan merasakan susah, sekali waktu pasti akan merasakan kebahagiaan.
Allahu rabbul ‘alaminmengingatkan bahwa kedua macam kondisi atau dua macam fenomena kehidupan tersebut adalah wujud dari ujian Allah kepada kita semua. Kita harus lulus ketika menghadapi dan menemui kedua macam bentuk ujian tersebut. Apa tanda kelulusan dari kedua macam tersebut? Sabar dan Syukur tanda kelulusan dari ujian Allah SWT.
Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Bijaksana menuntun agar kita bersikap Sabar ketika diuji dengan berbagai musibah serta azab (malapetaka) dan sikap syukur ketika diuji dengan berbagai kenikmatan dan kesenangan, seperti dinyatakan dalam berbagai ayat antara lain surah Al Baqarah :
155.Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. 156.(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”[Artinya: Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali. kalimat ini dinamakan kalimat istirjaa (pernyataan kembali kepada Allah). Disunatkan menyebutnya waktu ditimpa marabahaya baik besar maupun kecil. 157. mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
(QS. Al Baqarah [2]:155-157).
Juga surah Al Mulk, ayat 1 dan 2 :
Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al Mulk [67]:1-2)
Sabar menurut Ulama adalah “ Atthabata ‘alaa halqi fii ayyi zaman” tetap teguh tidak bergeming dan tidak menyimpang dari kebenaran dalam kondisi bagaimanapun. Orang yang sabar, mengatasi problem yang dihadapi , ia tetap menahan diri dari berbuat penyimpangan dari kebenaran yang diajarkan Allah seperti, ia tidak akan menimpakan kesalahan kepada orang lain atas kondisi yang ia hadapi, tidak mencari-cari kesalahan orang lain seperti menipu, mencuri, korupsi, manipulasi, menonjolkan hak dirinya tanpa menghargai dan memahami hak orang lain. Itu semua adalah manifestasi dari sikap tidak sabar dan putus asa.
Sementara syukur berarti sadar dan yakin bahwa segala nikmat yang dimiliki bersumber dari kemurahan Allah SWT ia adalah amanat dan titipan Allah, lalu memanfatkannya serta menyalurkannya untuk kemasalahatn dan kemanfaatannya masyarakat, jauh dari sikap egois dan ketergantungan kepada hal-hal duniawi yang ia nikmati itu.
Orang yang sabar ketika menghadapi ujian berbagai musibah akan dilimpahi kesejahteraan dan rahmat serta bimbingan dari Allah untuk segera keluar dari kemelut hidup yang dihadapi. Sementara orang yang bersyukur ketika menemui ujian berupa berbagai kesenangan dan nikmat akan ditambahi dan dilipatgandakan kenikmatannya oleh Allah SWT, seperti janji-Nya :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“.
(QS. Ibrahim [7]: 14).
Bagi orang mukmin, semua kejadian dan kondisi kehidupan yang dia temui harus dianggap sebagai batu ujian untuk selanjutnya dikelola sebagai pengingat dan motivator agar selalu menempuh jalan hak. Bagi orang yang tidak bisa menjadikan segala kejadian –baik atau buruk- sebagai pendorong untuk istiqamah, konsisten dalam kebenaran dan beramal shaleh, berarti ia tidak sabar atau tidak syukur. Ia bisa jadi juga disebut putus asa, suatu sikap yang hanya dimiliki orang kafir dan tidak layak menjadi sifat dan sikap orang mukmin.
Seorang mukmin, sikap dan prinship nya adalah seperti dinyatakan oleh Rasulullah SAW bersabda:
Alangkah menakjubkan perkara atau urusan orang mukmin, Allah SWT tidak menetapkan untuknya satu ketentuan (apapun) melainkan hal itu baik baginya. Ini tidak terjadi selain pada orang mukmin. Dan bila ia ditimpa kecukupan rezeki ia bersyukur dan itu baik baginya. Dan bila ia ditimpa kesempitan atau kesusahan ia bersabar dan itu baik baginya.
Bersyukur bila mendapat kenikmatan menjadikan orang itu tidak sombong dan lupa daratan. Hal itu akan menguntungkan bagi orang itu sendiri. Sementara sikap tabah dan sabar bila ditimpa musibah menyebabkan tidak memperpanjang penderitaan. Dan bila ia ditimpa kesempitan dan permasalahan ia bersabar dan itu baik baginya.
Marilah kita selalu mengembangkan sikap syukur dan sabar menghadapi liku-liku dan pasang surutnya kehidupan ini. Marilah kita gunakan semua peristiwa yang menimpa kita sebagai penguat iman kita. Jangan sampai hal itu justru melemahkan iman kita. Semoga Allah SWT mengabulkan keinginan-keinginan dan harapan serta ikhtiar kita. Amin
Wallahu Bis Shawab


Sumber: http://www.wisatahati.com
5 Februari 2009

Dalam:
http://www.gp-ansor.org/hikmah/lulus-dari-ujian-atau-azab-sikap-sabar-dan-syukur.html
16 April 2009

Sumber Gambar :
http://www.islamictorrents.net/bitbucket/wallpaper4.jpg

Syukur dan Sabar


Hidup seorang muslim hendaknya selalu berada pada dua hal:
Hal bersyukur dan sabar. Jika ia sehat, ia bersyukur dan gunakan
kesehatannya untuk melakukan pekerjaan yang bermanfaat.
Sebaliknya, jika sakit, ia ikhlas dan bersabar sambil terus menerus
berusaha mengobatinya, disertai dengan sikap tawakal pada Allah.
Ia sadar, Allah-lah zat yang mampu menyembuhkan penyakitnya.
Dalam kaitan ini Allah berfirman :
" (Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dia-lah yang
memberi petunjuk. Dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan
minum kepadaku. dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan
aku. Dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan
aku (kembali). Dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni
kesalahanku pada hari kiamat." - Asy Syu'araa'; 26: 78 -82.

Oleh karenanya berobat termasuk salah satu perintah dalam ajaran Islam.
Rasulullah bersabda : "Setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah kamu
sekalian, tetapi jangan berobat dengan sesuatu yang diharamkan"
Di samping itu ada hal yang perlu diingatkan, untuk tidak berobat ke dukun
mistik, paranormal yang mengerti ilmu gaib.
Dalam sebuah hadist, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :
"Barangsiapa yang mendatangi dukun peramal (kahin), maka sungguh dia
telah kufur kepada apa (Al Qur'an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Shalallahu 'Alaihi Wasallam"
Rasulullah sendiri tidak mampu meramalkan yang gaib, yang akan terjadi
pada dirinya. Allah berfirman :
" Katakanlah aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak
pula menolak kemudaratan, kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya
aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-
banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman." - Al-A'raaf ; 7: 188

Penyakit itu kadang kala datang dengan tiba-tiba, sementara penyembuhannya
kadangkala membutuhkan waktu lama. Tidak ada sikap yang perlu dipegang
selain bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT.
Rasulullah bersabda :
"Jauhilah olehmu segala yang diharamkan, maka pasti engkau akan menjadi
orang yang paling taat beribadah. Bersikaplah ridha terhadap segala apa yang
telah Allah tetapkan kepadamu." (HR. Imam Ahmad dari Abu Hurairah)
Dalam hadist lain Rasulullah bersabda pula :
" Aku bangga dengan seorang muslim, jika menimpa kepadanya suatu musibah
ia ikhlas dan bersabar. Jika mendapatkan kebaikan, ia memuji Allah dan
bersyukur. Sesungguhnya muslim itu pada segala aktivitasnya selalu akan
mendapatkan pahala dari Allah sekalipun pada sesuap nasi yang ia masukkan
ke dalam mulutnya." (HR Imam Baihaqi dari Sa'ad)
Disamping kesabaran dan ketabahan, juga harus memiliki sikap husnu-zhan
(berbaik sangka) kepada Allah SWT. Apa yang terjadi pada si sakit adalah
kebaikan buat dirinya. Rasulullah bersabda :
"Aku bangga dengan orang mukmin, sesungguhnya Allah SWT tidaklah
menetapkan suatu keputusan, kecuali akan berakibat baik kepadanya."
(HR Ibnu Hibban dari Anas)
"Aku heran dengan mukmin yang gelisah menghadapi penderitaan sakitnya.
Jika ia mengetahui sesuatu (pahala) yang terdapat pada sakitnya, ia pasti
akan mengharapkan sakit tersebut sehingga bertemu dengan Allah SWT."
(HR Thabrani dari Ibn Mas'ud)

Berbaik sangka kepada Allah akan melahirkan persangkaan baik pula kepada
sesama manusia. Prinsip semacam inilah yang akan melahirkan sikap saling
mengerti, saling memahami, senasib sepenanggungan, saling merasakan
(empati), serta suka dan duka dirasakan bersama.
Menjenguk orang yang sakit adalah puncak dari rasa persaudaraan yang harus
dimiliki dan dikembangkan oleh setiap muslim. Tiada iman tanpa ukhuwah (rasa
persaudaraan) yang mendalam. Rasulullah bersabda :
" Engkau lihat orang-orang mukmin dalam sayang menyayanginya, saling
mencintai dan saling mengerti, adalah seperti satu tubuh. Apabila satu anggota
tubuhnya sakit, maka yang lainnya akan merasakan pula panas dan demamnya."
(HR Ahmad dari Abu Umamah).

K.H. Didin Hafidhuddin, M.Sc.
-Sakit Menguatkan Iman-

Sumber :
http://www.oaseislam.com/modules.php?name=News&file=article&sid=232

Sumber Gambar :
http://www.flicks.com/photos/art-islam

Sabar dan Syukur: Cara Terbaik Mensikapi Taqdir


Oleh : Irwan Nuryana Kurniawan

Beruntunglah menjadi seorang muslim karena Allah SWT secara lengkap dan sempurna telah menyediakan panduan hidup terbaik dan contoh manusia terbaik yang dapat dijadikan model terbaik dalam menjalani kehidupan sementara di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Termasuk tentunya di sini bagaimana mensikapi dengan benar persoalan-persoalan hidup yang pasti akan kita temui, karena dengan persoalan-persoalan itulah sesungguhnya Allah SWT menguji sejauhmana meningkatkan kualitas ketaqwaan seseorang di sisi Allah SWT.

Taqdir baik dan buruk merupakan ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT kepada setiap hambaNya. Sebagai contoh, kematian itu pasti akan datang menemui kita meskipun sangat mungkin kita merasa belum siap menghadapinya. Begitu juga bagaimana bentuk kehidupan kita setelah kematian—apakah mendapatkan kehidupan yang dicintai, diberkahi, dan diridhai Allah SWT atau sebaliknya—juga merupakan sebuah kepastian yang akan kita terima sebagai konsekuensi logis dari pilihan hidup yang dijalani selama diberi nafas kehidupan oleh Allah SWT. Menjalani kehidupan di dunia yang sangat-sangat singkat ini dibandingkan dengan kehidupan yang sesungguhnya di akhirat nanti dengan menjadi seorang muslim yang meniatkan seluruh kegiatan yang dipilihnya sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT yang telah menganugerahinya begitu banyak nikmat sehingga dipastikan tidak akan mampu menghitungnya. Menjadi seorang muslim yang menjadikan kecintaan, keridhaan, dan perjumpaan denganNya sebagai tujuan hidupnya, menjadikan dunia sebagai batu loncatan untuk menggapai kesuksesan sejati di kehidupan akhirat yang sejati.

Demikian juga dengan kegembiran dan kesedihan, kesuksesan dan kegagalan, kemenangan dan kekalahan, sehat dan sakit, ketenangan dan kecemasan, siang dan malam, kehidupan dan kematian, merupakan sebagian kecil contoh yang menunjukkan bahwa Allah SWT telah menyatakan dengan tegas bahwa hidup ini sesungguhnya penuh dengan kepastian, bukan kemungkinan-kemungkinan. Bahwa kebaikan yang kita usahakan, sekecil apapun menurut penilaian kita pasti akan dibalas dengan kebaikan yang lebih banya. Bahkan, ketika kita baru berniat akan melakukan kebaikan dan kita tidak jadi melakukannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Apalagi ketika kita berniat melakukan kebaikan dan kemudian kita jadi melakukannya, maka Allah SWT mencatat di sisiNya 10 kebaikan hingga 700 kali lipat bahkan sebanyak yang dikehendakiNya.

Tidaklah berlebihan bahwa menjadi seorang muslim pastilah menjadi orang paling berbahagia di muka bumi ini, karena apapun ketetapan Allah kepada hambaNya, kata Rasulullah SAW, semuanya pasti baik adanya. Sebagaimana diriwayatkan Muslim, dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan r.a, Rasulullah SAW bersabda”Sangat mengagumkan keadaan orang mukmin itu, sebab keadaan bagaimanpun baginya adalah baik dan tidak mungkin terjadi demikian, kecuali bagi orang mukmin saja. Jika mendapat nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya; dan bila menderita kesusahan ia bersabar, maka itupun baik baginya.”

Ibnu Qayyim Al Jauziyah r.a dalam bukunya Kemulian Syukur dan Keagungan Sabar mengingatkan kita untuk memahami konsep sabar secara menyeluruh. Sabar itu bukan hanya mampu menahan dirinya dari dorongan nafsu kemarahan (Hilm), tapi juga mampu menahan nafsu birahinya sehingga kemaluannya terjaga dari berbagai perbuatan terkutuk (‘Iffah), mampu menahan diri untuk tidak makan secara berlebihan atau secara terburu-buru (syara nafs/syaba’ nafs), dan mampu menahan diri untuk tidak senantiasa tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu (Waqar/Tsabat). Jangan mengaku sabar ketika kita masih suka membeberkan rahasia, suka mencari kambing hitam karena sabar itu adalah kitman sirr (mampu menahan diri untuk tidak mengatakan apa saja yang seharusnya tidak dikatakan), muru’ah (mampu menahan diri untuk tidak melemparkan hal-hal yang tidak disukai kepada orang lain), dan syaja’ah (mampu menahan diri untuk tidak lari dan kabur dari masalah yang dihadapi). Orang sabar itu, lanjut Ibnu Qayyim Al Jauziyah, zuhud/Qana’ah (mampu menjaga diri dari berbagai kelebihan dunia dan sanggup menyepelekannya; mengambil hanya sebagian kecil dari dunia untuk mencukupi kebutuhan, dermawan (mampu menahan diri untuk tidak pelit kepada orang lain), pemaaf/pemurah (mampu menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain, dan cerdik (mampu menahan diri untuk tidak berlaku malas dan ogah-ogahan dalam waktu yang seharusnya bergerak).

Maka, apapun yang ditetapkan Allah SWT kepada kita itu pasti baik adanya. Allah SWT tidak pernah memberi soal di luar kesanggupan kita untuk menyelesaikannya dan setiap soal itu pasti ada jawabannya. Jangan pernah terbersit sedikit pun dalam hati dan pikiran untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu pasti ada kemudahan dan sesudah kesulitan pasti ada kemudahan yang mengikutinya. Masihkah ada lagi alasan yang membuat kita terus menerus bersedih dan takut terhadap kehidupan dunia yang singkat, penuh permainan dan senda gurau ini?

Sumber :
http://kurniawan.staff.uii.ac.id/2008/09/06/sabar-dan-syukur-cara-terbaik-mensikapi-taqdir/
6 September 2008

Sumber Gambar:
http://darulislam.info/modules/gallery/albums/Domain-of-Islam-Wallpaper/Madyan.jpg

Melestarikan Tauhid dengan Dzikir dan Syukur


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat Rabbnya adalah seperti perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang sudah mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Syaikhul Islam mengatakan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan. Lantas apakah yang akan terjadi pada seekor ikan apabila dia dipisahkan dari air?” (Lihat Al Wabil Ash Shayyib oleh Ibnul Qayyim)

Kaitan Syukur dengan Tauhid

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan dalam mukadimah Al Qawa’id Al Arba’, “Aku memohon kepada Allah yang Maha mulia Rabb pemilik arsy yang agung, semoga Dia senantiasa menolongmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. Semoga Dia menjadikanmu senantiasa diberkahi di manapun engkau berada dan menjadikanmu bersyukur apabila diberi karunia, bersabar apabila mendapat coba, dan memohon ampun apabila terjatuh dalam dosa, karena sesungguhnya ketiga hal itulah lambang kebahagiaan.”

Syaikh Shalih Alusy Syaikh mengatakan,”Syukur memiliki kaitan erat dengan tauhid. Tatkala sang imam (Syaikh Muhammad bin abdul Wahhab) rahimahullah menyebutkan do’a untuk kita supaya bersyukur atas karunia, bersabar atas musibah dan istighfar ketika berbuat dosa, seolah-olah beliau sedang mengarahkan pandangan matanya kepada kondisi yang dialami kaum yang bertauhid. Beliau berbicara dengan mereka tentang suatu kewajiban yang harus senantiasa mereka tunaikan. Sebab seorang yang telah bertauhid mendapatkan karunia yang sangat besar, tidak ada lagi nikmat lain yang menandinginya. Nikmat itu adalah keberadaannya di atas ajaran Islam yang lurus. Nikmat itulah yang membuatnya bisa tegak di atas prinsip tauhid yang murni. Tauhid itulah yang menjadi sebab Allah menjanjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi orang-orang yang merealisasikannya.” (Syarh Qawa’id Arba’)

Syaikh Shalih melengkapi keterangannya, “Apabila berdosa maka diapun beristighfar”. Dalam diri seorang muwahhid juga terdapat unsur ketidaktaatan. Dia tidaklah terlepas dari perbuatan dosa, yang kecil maupun yang besar. Sedangkan salah satu Asma’ Allah adalah Al Ghafuur (Maha Pengampun) maka pengaruh hukum dari Asma itu pasti terwujud pada alam serta kerajaan-Nya. Karena itulah Allah mencintai hamba-Nya yang bertauhid lagi ikhlash untuk senantiasa meminta ampunan. Seorang muwahhid pasti mengalami hal itu.”

“Apabila seorang hamba meninggalkan keagungan istighfar ini, niscaya dia akan tertimpa kesombongan. Padahal kesombongan akan menghapuskan banyak pahala amal perbuatan. Karena latar belakang itulah beliau (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah) mengatakan di sini,”Apabila berdosa maka diapun beristighfar. Karena sesungguhnya ketiga hal itu adalah simbol kebahagiaan sejati”. Maka ini artinya hal itu pasti terjadi terhadap setiap muwahhid. Hal itu mencakup bersyukur ketika mendapat karunia, bersabar ketika tertimpa coba dan beristighfar ketika berbuat dosa dan maksiat. Semakin besar pengenalan seorang hamba terhadap Tuhannya niscaya ketiga hal inipun akan semakin kuat tertancap di dalam jiwanya. Dan semakin besar ruang tauhid dalam hati seorang hamba niscaya ketiga hal ini pun turut membesar. Dengan sikap demikian niscaya akan melahirkan seorang hamba yang tidak lagi memandang selain keridhaan Allah jalla wa ‘ala dalam melaksanakan amal maupun aktifitas hidupnya, dia tidak mau mempersembahkan sedikitpun amalnya untuk selain-Nya. Apabila dia telah lalai dari hal itu maka istighfar yang diucapkannya bukanlah istighfar yang sebenarnya.” (Syarh Qawa’id Arba’)

Berdzikir dan Bersyukur

Allah ta’ala berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (Qs. Al Baqarah [2]: 152)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Dzikir kepada Allah ta’ala yang paling utama adalah dengan menyesuaikan isi hati dengan dzikir yang diucapkan oleh lisan. Itulah dzikir yang dapat membuahkan pengenalan kepada Allah, rasa cinta kepada-Nya, dan pahala yang melimpah dari-Nya. Dzikir adalah bagian terpenting dari syukur.

Oleh sebab itu Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah berfirman yang artinya, “Maka bersyukurlah kepada-Ku.”

Yaitu bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian….”

“Disebutkannya perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang berupa ilmu, penyucian akhlak, dan taufik untuk beramal, maka itu menjelaskan bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan, itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat tersebut masih tetap ada.

Sudah selayaknya setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau beramal untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat itu. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.”

“Karena lawan dari syukur adalah ingkar/kufur, Allah pun melarang melakukannya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kalian kufur”. Yang dimaksud dengan kata ‘kufur’ di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka, itu berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya, tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan sampai yang ada di bawah-bawahnya.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 74)

Adh Dhahak bin Qais mengatakan, “Ingatlah kepada Allah di saat senang, niscaya Dia akan mengingat kalian di saat sulit.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 248) Ada lelaki berkata kepada Abud Darda’, “Berilah saya wasiat.” Beliau menjawab, “Ingatlah Allah di waktu senang, niscaya Allah ‘azza wa jalla akan mengingatmu di waktu susah.” (Jami’ul ‘Ulum, hal. 248)

Penopang Tegaknya Agama

Al ‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan di dalam sebuah kitabnya yang penuh faedah yaitu Al Fawa’id, “Bangunan agama ini ditopang oleh dua kaidah: Dzikir dan syukur. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al Baqarah [2] : 152).”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Mu’adz, “Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu. Maka janganlah kamu lupa untuk membaca doa di setiap akhir shalat: ‘Allahumma a’innii ‘ala dzikrika wa syukrika, wa husni ‘ibaadatik.’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu).” (HR. An Nasa’i [1303] dalam pembahasan Sujud Sahwi, Abu Dawud [1522] dalam pembahasan Shalat, dan Ahmad [21614] dari jalan Abdurrahman Al Hubla dari Ash Shonabihi dari Mu’adz bin Jabal, disahihkan Al Albani dalam Sahih Sunan Abu Dawud. (Tahqiq Al Fawa’id))

“Bukanlah yang dimaksud dengan dzikir di sini sekedar berdzikir dengan lisan. Namun, dzikir dengan hati sekaligus dengan lisan. Berdzikir/mengingat Allah mencakup mengingat nama-nama dan sifat-sifat-Nya, mengingat perintah dan larangan-Nya, mengingat-Nya dengan membaca firman-firman-Nya.

Itu semua tentunya akan melahirkan ma’rifatullah (pengenalan terhadap Allah), keimanan kepada-Nya, serta keimanan kepada kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat-Nya.

Selain itu, ia akan membuahkan berbagai macam sanjungan yang tertuju kepada-Nya. Sementara itu semua tidak akan sempurna apabila tidak dilandasi dengan ketauhidan kepada-Nya. Maka dzikir yang hakiki pasti akan melahirkan itu semuanya. Dan ia juga akan melahirkan kesadaran mengingat berbagai macam kenikmatan, anugerah, serta perbuatan baik-Nya kepada makhluk-Nya.”

“Adapun syukur adalah mengabdi kepada Allah dengan menaati-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan hal-hal yang dicintai-Nya, baik yang bersifat lahir ataupun batin. Dua perkara inilah simpul ajaran agama. Mengingat-Nya akan melahirkan pengenalan (hamba) kepada-Nya.

Dan dalam bersyukur kepada-Nya terkandung ketaatan kepada-Nya. Kedua perkara inilah tujuan diciptakannya jin dan manusia, langit dan bumi serta segala sesuatu yang berada di antara keduanya. Lawan dari tujuan ini adalah berupa kebatilan (kesia-siaan) dan main-main belaka. Allah Maha tinggi dan Maha suci dari perbuatan semacam itu. Seperti itulah anggapan buruk yang ada pada diri musuh-musuh-Nya.”

“Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada di antara keduanya sia-sia, itulah yang disangka oleh orang-orang kafir itu.” (Qs. Shad [38]: 27)

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa yang berada di antara keduanya sekedar bermain-main saja. Tidaklah Kami menciptakan keduanya kecuali dengan tujuan yang benar.” (Qs. Ad Dukhan [44]: 38-39)

Allah juga berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya kecuali dengan tujuan yang benar, dan sesungguhnya hari kiamat itu pasti datang.” (Qs. Al Hijr [15]: 85)

Allah berfirman setelah menyebutkan tanda-tanda kebesaran-Nya di awal surat Yunus yang artinya, “Tidaklah Allah menciptakan hal itu semua kecuali dengan maksud yang benar.” (Qs. Yunus [10]: 5)

Allah berfirman yang artinya, “Apakah manusia mengira dia ditinggalkan begitu saja.” (Qs. Al Qiyamah [75]: 36). Allah berfirman pula yang artinya, “Apakah kalian mengira kalau Kami menciptakan kalian hanya sia-sia dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Qs. Al Mu’minun [23]: 115)

Allah berfirman yang artinya, “Dan tidaklah Kami menciptkan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz Dzariyat [51]: 56)

Dalam ayat lainnya, “Allah lah yang menciptakan tujuh lapis langit dan bumi seperti itu pula. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan Allah ilmunya meliputi segala sesuatu.” (Qs. Ath Thalaq [65]: 12)

Allah berfirman yang artinya, “Allah menjadikan ka’bah yaitu baitul haram sebagai kiblat sholat bagi umat manusia, demikian pula bulan haram, hadyu dan qalaa’id. Itu semua agar kalian mengetahui allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan segala yang ada di bumi, dan bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Qs. Al Maa-idah [5]: 97).”

“Maka dengan disebutkannya ayat-ayat tersebut telah terbukti bahwasanya tujuan penciptaan dan perintah ialah agar Allah diingat dan disyukuri. Sehingga Dia akan selalu diingat dan tidak dilupakan. Akan selalu disyukuri dan tidak diingkari. Allah Yang Maha suci akan mengingat siapa saja yang mengingat diri-Nya. Dan Allah juga akan berterima kasih (membalas kebaikan) kepada siapa saja yang bersyukur kepada-Nya.

Mengingat Allah adalah sebab Allah mengingat hamba. Dan bersyukur kepada-Nya adalah sebab Allah menambahkan nikmat-Nya. Maka dzikir lebih terfokus untuk kebaikan hati dan lisan. Syukur dari hati dalam bentuk rasa cinta dan taubat yang disertai ketaatan. Adapun di lisan, syukur itu akan tampak dalam bentuk pujian dan sanjungan. Dan syukur juga akan muncul dalam bentuk ketaatan dan pengabdian oleh segenap anggota badan.” (Al Fawa’id, hal. 124-125)

Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillaahi Rabbil ‘alamiin.

Yogyakarta, 9/1/1429

Abu Mushlih Al Jukjakarti

Semoga Allah mengampuninya, Kedua orang tuanya dan segenap kaum muslimin

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi Al Jukjakarti
Atikel www.muslim.or.id

Sumber :
http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/melestarikan-tauhid-dengan-dzikir-dan-syukur.html

Sumber Gambar :
http://www.the-right-religion.com/cards/data/media/10/alIkhlas.jpg

Keagungan Syukur

Oleh: Syarifuddin Mustafa, MA

dakwatuna.com - Kata syukur sepadan dengan kata al-hamdu walaupun kata syukur lebih dekat pada pengucapan rasa terimakasih terhadap nikmat yang telah Allah swt. anugrahkan kepada seseorang, sementara kata al-hamdu merupakan ungkapan rasa terimakasih dalam bentuk umum.

Para ulama mendefinisikan Syukur sebagai ungkapan aplikatif dengan menggunakan segala apa yang dianugrahkan Allah swt sesuai dengan tujuan penciptaan anugrah itu. Karena itu syukur terbagai pada tiga bagian; syukur i’tiqodi (bersyukur dalam bentuk keyakinan), syukur qauli (bersyukur dalam bentuk ucapan) dan syukur ‘amali (bersyukur dalam bentuk perbuatan dan prilaku). Jadi untuk mensyukuri suatu nikmat secara sempurna, seseorang harus mengetahui terlebih dahulu untuk apa nikmat tersebut diciptakan dan dianugrahkan Allah swt. Misalnya, untuk apa mata, telinga, akal dan alam ini diciptakan Allah swt. Jika telah ditemukan jawabannya, maka gunakanlah nikmat itu sesuai dengan tujuan dimaksud.

Kalau kita telusuri ayat-ayat Al-Quran maka kita akan jumpai banyak ayat-ayatnya yang berkenaan tentang syukur; baik dalam bentuk kata kerja masa lampau, kata kerja masa kini dan akan datang dan kata kerja perintah, atau dalam bentuk masdar dan dalam bentuk isim fa’il. Kesemua bentuk tersebut memiliki tujuan tertentu, dan memberikan pelajaran kepada umat manusia bahwa apapun bentuknya dan bagaimanapun keadaanya manusia harus tetap bersyukur kepada Allah.

Kenapa demikian..??

Karena setiap orang sangat memerlukan Allah swt dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggunakan tangannya hingga kemampuan berbicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, seseorang benar-benar sangat memerlukan apa yang telah diciptakan oleh Allah swt dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak menyadari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah swt. Mereka menganggap bahwa segala sesuatu terjadi dengan sendirinya atau mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mereka sendiri.

Anggapan ini merupakan kesalahan yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah swt. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasihnya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah swt yang tidak terhitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah swt kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah swt menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” An-Nahl:18.

Orang-orang yang beriman kepada Allah swt akan selalu menyadari kelemahan mereka di hadapan Allah swt sehingga mereka selalu memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri, namun mereka memahami bahwa Allah wt adalah Pemilik segala sesuatu, bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepahaman, wawasan, dan kekuatan yang dikaruniakan kepada mereka, dan mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman. Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah, bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.

Dan perlu difahami juga bahwa syukur selain sebagai kewajiban manusia terhadap segala pemberian dan anugrah Allah swt sebagaimana yang telah disebutkan di atas, juga merupakan kebutuhan setiap orang, sehingga dengan prilaku syukur tersebut akan mendatangkan berbagai macam kebaikan dan kenikmatan lainnya, ditambah lagi banyak pahala yang telah dipersiapkan Allah swt orang-orang ahli syukur.

Ini merupakan rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah swt menambah nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah swt memberikan kesehatan dan kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyukur kepada-Nya atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah swt mengaruniakan ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas dengan apa yang diberikan Allah swt dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan mereka menjadikan Allah swt sebagai pelindung mereka. Allah swt menceritakan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” Ibrahim:7.

Mensyukuri nikmat juga menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah swt. Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah swt.

Orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah swt sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar mungkin mengira berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut. Misalnya, Allah swt menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang beriman tetap bergembira dan merasa bersyukur, mereka berharap bahwa Allah swt akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah swt tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya.

Sikap istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam menghadapi penderitaan tersebut akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian, ciri-ciri orang yang beriman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal kepada-Nya, dan Allah swt berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.

Jika menilik surat Ar-Rahman, Allah swt membicarakan aneka nikmat-Nya dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan, Al-Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama; maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?

Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Sementara ulama menganalisis jumlah itu dan mengelompokkannya untuk kemudian sampai pada suatu kesimpulan.

Delapan pertanyaan berkaitan dengan nikmat-nikmat Allah swt dalam kehidupan dunia ini, antara lain nikmat pengajaran Al-Quran, pengajaran berekspresi, langit, bumi, matahari, lautan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.

Tujuh pertanyaan kedua dalam kaitan dengan ancaman siksa neraka di akhirat nanti. Perlu diingat bahwa ancaman adalah bagian pemeliharaan dan pendidikan serta merupakan salah satu nikmat Allah swt.

Delapan pertanyaan ketiga berkaitan dengan nikmat Allah swt yang diperoleh dalam surga yang pertama.

Delapan pertanyaan keempat dalam kaitan dengan nikmat-nikmat pada surga kedua.

Dari hasil pengelompokkan demikian, para ulama menyusun semacam rumus yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah swt yang disebutkan dalam rangkaian delapan pertanyaan pertama maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka yang disebut dalam ancaman dalam tujuh pertanyaan berikutnya. Sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga pertama maupun surga kedua, baik surga kenikmatan duniawi maupun kenikmatan ukhrawi.

Bagitu agungnya kata syukur, dan bagitu besarnya orang yang mampu menysukuri segala nikmat Allah swt, walau dalam keadaan bagaimanapun dan kondisi apapun. Allahu akbar walillahilhamdu. Allahu a’lam.

Sumber :
http://www.dakwatuna.com/2008/keagungan-syukur/
16 April 2009

Temuan Ilmiah Modern: Syukur Menambah Nikmat !

Ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih. Bersyukur, selain menyehatkan jiwa-raga, juga mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia

Hidayatullah.com--Sikap berterima kasih atau bersyukur mendorong terjalin dan terbinanya persahabatan antar manusia. Inilah kesimpulan S.B. Alqoe dkk. asal University of Virginia, Amerika Serikat (AS). Hasil penelitiannya dimuat di jurnal ilmiah Emotion, edisi Juni 2008 dengan judul “Beyond reciprocity: gratitude and relationships in everyday life” (Lebih dari sekedar hubungan timbal balik: sikap bersyukur dan persahabatan dalam hidup keseharian).
Dalam karya ilmiah itu para ilmuwan meneliti peran sikap bersyukur atau berterima kasih yang muncul secara alamiah dalam perkumpulan mahasiswa di perguruan tinggi selama acara “pekan pemberian hadiah” dari anggota lama kepada anggota baru. Para anggota baru mencatat tanggapan atas manfaat yang mereka dapatkan selama pekan tersebut.

Di akhir pekan itu, dan satu bulan kemudian, anggota lama dan anggota baru menilai keadaan persahabatan dan hubungan di antara mereka. Kesimpulannya, rasa terima kasih atas pemberian hadiah berpeluang memicu terbentuknya dan terpeliharanya persahabatan di antara mereka.

Aneka manfaat syukur

Selain jalinan persahabatan yang baik, sikap bersyukur kini terbukti secara ilmiah memicu pula aneka manfaat lain. Di antaranya manfaat kesehatan jasmani, ruhani dan kehidupan bermasyarakat yang lebih baik. Tidak heran jika “gratitude research” atau “penelitian tentang sikap bersyukur” menjadi salah satu bidang yang banyak diteliti ilmuwan abad ke-21 ini.

Profesor psikologi asal University of California, Davis, AS, Robert Emmons, sekaligus pakar terkemuka di bidang penelitian “sikap bersyukur”, telah memperlihatkan bahwa dengan setiap hari mencatat rasa syukur atas kebaikan yang diterima, orang menjadi lebih teratur berolah raga, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit, dan merasa secara keseluruhan hidupnya lebih baik.

Dibandingkan dengan mereka yang suka berkeluh kesah setiap hari, orang yang mencatat daftar alasan yang membuat mereka berterima kasih juga merasa bersikap lebih menyayangi, memaafkan, gembira, bersemangat dan berpengharapan baik mengenai masa depan mereka. Di samping itu, keluarga dan rekan mereka melaporkan bahwa kalangan yang bersyukur tersebut tampak lebih bahagia dan lebih menyenangkan ketika bergaul.

Tak tersentuh sebelumnya

Dulu, sikap bersyukur atau berterima kasih sama sekali tidak terjamah dalam kajian ilmuwan psikologi tatkala profesor Emmons mulai mengkajinya di tahun 1998. Penelitian pertama prof Emmons melibatkan para mahasiswa kuliah psikologi kesehatan di universitasnya.

Saat itu sang profesor mewajibkan sebagian dari para mahasiswa tersebut untuk menuliskan lima hal yang menjadikan mereka bersyukur setiap hari. Sedangkan mahasiswa selebihnya diminta mencatat lima hal yang menjadikan mereka berkeluh kesah. Tiga pekan kemudian, mahasiswa yang bersyukur memberitahukan adanya peningkatan dalam hal kesehatan jiwa-raga dan semakin membaiknya hubungan kemasyarakatan dibandingkan rekan mereka yang suka menggerutu.

Di tahun-tahun berikutnya, profesor Emmons melakukan aneka penelitian yang melibatkan beragam kondisi manusia, termasuk pasien penerima organ cangkok, orang dewasa yang menderita penyakit otot-saraf dan murid kelas lima SD yang sehat. Di semua kelompok manusia ini, hasilnya sama: orang yang memiliki catatan harian tentang ungkapan rasa syukurnya mengalami perbaikan kualitas hidupnya.

Dampak latihan bersyukur

Melalui latihan, perasaan bersyukur dapat dibiasakan dalam diri seseorang. Pelatihan sengaja untuk menanamkan rasa syukur ini ternyata membawa dampak positif dalam beragam sisi kehidupan.

Dalam penelitian menggunakan metoda membandingkan, ditemukan bahwa mereka yang menuliskan rasa syukurnya setiap pekan mendapatkan manfaat jasmani-ruhani yang lebih baik dibandingkan mereka yang terbiasa mencatat peristiwa menjengkelkan dan kejadian yang biasa-biasa saja. Di antara manfaat ini adalah olah raga yang lebih teratur, lebih sedikit mengeluhkan gejala penyakit badan, merasa hidupnya secara keseluruhan lebih baik, dan berpengharapan lebih baik di minggu mendatang.

Manfaat lain sikap berterima kasih tampak pada keberhasilan dalam mewujudkan cita-cita. Dibandingkan dengan orang-orang yang bersikap sebaliknya, mereka yang senantiasa memiliki daftar ungkapan rasa syukur lebih cenderung mengalami kemajuan dalam pencapaian cita-cita mereka. Cita-cita ini dapat berupa prestasi akademis, hubungan antar-sesama dan kondisi kesehatan.

Penelitian lain dilakukan dengan melatih pembiasaan sikap bersyukur setiap hari pada diri sendiri. Kondisi positif seperti: waspada, bersemangat, tabah, penuh perhatian, dan daya hidup pada orang muda dewasa meningkat akibat pembiasaan sikap bersyukur. Perbaikan kondisi sebaik ini tidak dijumpai pada orang yang dilatih bersikap menggerutu atau pada orang yang menganggap dirinya lebih sejahtera dibanding orang lain.

Selain itu, mereka yang memiliki rasa syukur setiap hari lebih memiliki jiwa sosial yang lebih baik dibandingkan mereka yang suka berkeluh kesah dan suka menganggap orang lain kurang beruntung. Golongan yang pertama tersebut cenderung menolong seseorang yang memiliki masalah pribadi, atau telah membantu dukungan semangat kepada orang lain.

Pasien pun tak luput dari penelitian seputar sikap bersyukur ini. Dengan melibatkan sejumlah orang dewasa pengidap penyakit otot-saraf, pelatihan membiasakan sikap bersyukur berdampak baik pada pasien tersebut. Di antaranya adalah kualitas dan lama tidur yang lebih baik, lebih optimis dalam menilai kehidupan, lebih eratnya perasaan persahabatan dengan orang lain, serta suasana hati tenteram yang lebih sering dibandingkan dengan mereka yang tidak dilatih bersikap syukur.

Ketika syukur menjadi kebiasaan

Insan yang bersyukur menyatakan diri mereka merasakan tingginya perasaan positif, kepuasan hidup, semangat hidup, dan pengharapan baik di masa depan. Mereka juga mengalami kemurungan dan tekanan batin dengan kadar rendah.

Kalangan yang memiliki kebiasaan kuat dalam bersyukur atau berterima kasih memiliki kemampuan menyelami jiwa orang lain dan mengambil sudut pandang orang lain. Mereka ditengarai lebih dermawan dan lebih ringan tangan oleh orang-orang di jalinan persahabatan mereka.

Terdapat pula kaitan antara kerohanian seseorang dengan sikap bersyukur. Kecenderungan bersyukur lebih banyak dilakukan mereka yang secara teratur menghadiri acara keagamaan dan terlibat dalam kegiatan keagamaan seperti berdoa atau sembahyang dengan membaca bacaan relijius berkali-kali. Kaum yang bersyukur lebih cenderung mengakui keyakinan akan keterkaitan seluruh kehidupan, serta rasa ikatan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

Pribadi-pribadi yang bersyukur dilaporkan memiliki sifat materialistis yang rendah. Mereka tidak begitu menaruh perhatian penting pada hal-hal yang bersifat materi. Mereka cenderung tidak menilai keberhasilan atau keberuntungan diri mereka sendiri dan orang lain dari jumlah harta benda yang mereka kumpulkan.

Dibandingkan dengan kaum yang kurang berterima kasih, kalangan yang bersyukur cenderung bukan berwatak pendengki terhadap kaum kaya, dan bersikap mudah memberikan apa yang mereka punya kepada orang lain.

Nikmat bertambah

Profesor Emmons menuangkan hasil-hasil temuan ilmiahnya itu dalam buku terkenalnya “Thanks! How the New Science of Gratitude Can Make You Happier” (Terima kasih! Bagaimana Ilmu Baru tentang Bersyukur Dapat Menjadikan Anda Lebih Bahagia) yang terbit tahun lalu. Buku ini memaparkan pula 10 kiat untuk menanamkan rasa syukur sepanjang tahun demi mendapatkan nikmat karunia yang bermanfaat dalam kehidupan.

Temuan ilmiah tentang syukur ini mengukuhkan risalah ilahiah bahwa syukur adalah akhlak mulia yang mesti ada dalam diri manusia. Sebab, syukur memicu bertambah nikmat hidup seseorang:

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat. (Al Quran, Ibrahim, 14:7). [emotion/cr/www.hidayatullah.com]

Sumber :
http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7489:temuan-ilmiah-modern-syukur-menambah-nikmat-&catid=103:iptek&Itemid=56, 2 Sept 2008
16 April 2009